bicara rasa berhak
sepanjang hidup, orang-orang yang kita temui akan membawa perasaan dan karakter yang unik. setiap orang berbeda-beda, tidak bisa disamakan. latar belakang mereka beragam — kepercayaan, teman, pendidikan, hingga trauma. bahkan dalam satu keluarga, satu orang tua dapat memberikan pengalaman yang berbeda kepada setiap anaknya.
berangkat dari perbedaan ini, sudah seharusnya kita tidak menyamakan orang lain dengan diri kita. kita tidak bisa memaksa orang lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai kemauan kita.
jadi, kenapa ada orang yang merasa entitled melakukan & mengatakan sesuatu kepada orang lain?
seringkali, saya memutar pertanyaan ini di kepala saya. terutama saat bertemu dengan orang yang saya anggap tidak menyenangkan.
entitled: perasaan berhak atas sesuatu tanpa mempertimbangkan orang lain.
saya tahu itu adalah pertanyaan yang retoris. justru, karena semua orang berbeda, wajar saja jika tidak sepaham. termasuk dengan diri saya. memang jadi paradoks, saya mengerti. tapi sekali saja, saya ingin yapping tentang hal ini. kalau dirasa terlalu banyak kontemplasi, ya… memang💗 (ada foto Ivan Gunawan)
dalam bersosialisasi, keadaan seringkali memaksa kita untuk belajar secara spontan di tempat. kadang kamu dipaksa mengerti, apakah sebenarnya lawan bicaramu ini memang tulus atau hanya sarkas. menurut saya, hal ini erat kaitannya dengan social cues; verbal maupun nonverbal. mungkin, lebih baik saya cantumin teori. tapi, karena saya mau asbun atau asal bunyi dan mengeluarkan unek-unek dengan modal source: trust me bro, bare with me saja lah ya.
jika kamu berpikir memahami social cues itu wajar dan semestinya mudah, saya akan bilang itu privilege. bukan privilege yang bisa disamakan dengan dapat kerja lewat ordal, sih. lebih tepatnya, kamu beruntung sudah memiliki kemampuan untuk bisa memahami situasi.
akhirnya, saya sampai pada pertanyaan: kenapa ada orang yang tidak bisa membaca between the lines? memang tidak peka, atau tidak mau mengerti? atau sebenarnya paham, tapi cuek saja?
dengan kurangnya pemahaman untuk membaca situasi, hal ini merembet kepada keresahan saya yang lainnya: orang yang tidak mengerti konsep personal space, atau istilah lainnya; boundaries. kalau ada orang yang berkata kepada kita untuk jangan mendekat, kita harus menghormatinya. bukannya malah makin mendekat dan mengutamakan ego kita sendiri.
tapi, tidak semua orang memahami konsep sederhana ini.
apakah karena tumbuh dengan banyak privilege, sehingga tidak peka? tidak juga. atau karena tidak punya banyak teman? tidak juga… mungkin lebih tepatnya; karena rasa sombong yang tidak tertahankan, ya?
merasa sangat tinggi di atas langit, sehingga berhak menilai laut yang tidak bisa merasakan lembutnya kapas awan.
merasa punya sayap kebebasan untuk terbang di atas pohon rindang, sehingga berhak menilai ikan yang hanya bisa berenang di kolam kecil.
merasa paling benar daripada yang lain, padahal sedang tenggelam dalam kebenaran sendiri.
terlalu superfisial kalau saya berputar-putar mencari alasan di balik hal ini. relasi rasa berhak dan ego memang tinggi. bahkan Sigmund Freud sampai bersuara, lalu lahirlah konsepsi id, ego, dan superego.
tapi, dalam kehidupan sehari-hari, saya tidak akan bicara teori. “egomu tinggi sekali menembus ruang dan waktu, saya rasa ada ketidakseimbangan antara id, ego, dan superegomu.”
instead, saya akan bilang, “kamu ini kenapa self-centered sekali, sih?” lalu akan ada perang antar dua ego. bisa jadi idgaf war, atau siapa-yang-paling-benar kind of war.
jadi, bagaimana?! apakah ini titik awal dari kehancuran moral masyarakat?! memusingkan sekali. saya ngga mikir sebegitunya, hehe. hal ini akan terus ada dan abadi karena manusia memang seperti itu.
tulisan ini cuma pengingat kecil. buat saya, kamu, dan manusia lainnya yang sudah pasti punya ego. kadang, ego ini merambat perlahan menjadi perasaan berhak. lalu, kita mulai lupa diri dan bertindak seenaknya — jadi, sebelum bertindak dan bertutur kata, ya dipikir dulu.
sekarang, kita tidur. saya sudah puas asbun dan yapping. mari istirahatkan ego kita, agar tidak overthinking. terima kasih sudah membaca unek-unek saya.